Jakarta, Produk keramik Indonesia untuk lantai
dan dinding terbebas dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau
safeguard yang dipungut Filipina. Pembebasan tarif hasil penyelidikan kasus safeguard yang
diumumkan Komisi Tarif Filipina pertengahan Desember 2019 lalu.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengungkapkan pembebasan tarif membuka
peluang besar untuk pertumbuhan ekspor keramik Indonesia ke Filipina.
“Pembebasan BMTP ini jelas menguntungkan Indonesia, terutama setelah
Filipina pernah menerapkan BMTP pada produk keramik Indonesia selama 10 tahun.
Pembebasan ini akan membuat produk keramik Indonesia lebih kompetitif di pasar
Filipina,” ujarnya, seperti dilansir Antara, Senin (30/12).
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, produk yang terbebas dari pengenaan
BMTP adalah produk keramik dengan jumlah pos tarif/HS sebanyak 13 kode.
Menurut
Agus, pembebasan pengenaan BMTP karena produk keramik RI tidak terbukti membuat
lonjakan impor yang signifikan. Karenanya, penyelidikan pun diterminasi oleh
Filipina.
“Ini merupakan salah satu strategi kami dalam meningkatkan ekspor RI.
Karena belakangan banyak negara, seperti Filipina, aktif mengenakan instrumen
pengamanan perdagangan kepada Indonesia. Di antaranya dengan mengenakan special
agricultural safeguard terhadap produk kopi instan, serta produk semen dan
kaca,” jelasnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Wisnu Wardhana menuturkan
sesuai peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Agreement on Safeguards,
suatu negara diperbolehkan menerapkan bea masuk tambahan terhadap produk impor
bila ditemukan lonjakan impor.
Dua syarat lainnya yang harus dipenuhi oleh pihak otoritas untuk mengenakan BMTP, yakni ancaman kerugian atau kerugian terhadap industri, serta hubungan sebab dan akibat di antara keduanya. “Dalam kasus ini, tidak semua komponen-komponen itu ditemukan dalam penyelidikan,” imbuh dia.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati menambahkan hasil positif penyelidikan tidak terlepas dari peran aktif pemerintah bersama dengan produsen dan eksportir selama proses pemeriksaan berlangsung.
Ia bercerita sejak dimulai penyelidikan, pemerintah mengikuti prosedur sesuai ketentuan WTO. Mulai dari mendaftarkan diri sebagai pihak berkepentingan, melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha, hingga menyampaikan sanggahan tertulis hingga dengar pendapat publik.